TEMPO.CO, Jakarta - Taipan Mochtar Riady menceritakan pertemuannya dua bulan lalu dengan konglomerat Jack Ma, pendiri Alibaba. Tak tanggung-tanggung, pertemuan yang mengambil tempat di rumah Jack Ma di Hong Kong itu berlangsung hingga 13 jam.
"Pertemuan dari rencana pukul 09.00 sampai pukul 12.00, molor sampai pukul 21.30 lebih di rumahnya sana,” ujar Mochtar Riady dalam diskusi yang digelar di acara peluncuran buku Infobank Top 100 Bankers di Jakarta, Selasa, 28 November 2017.
Baca Juga:
Baca juga: Ini 5 Tip Jack Ma untuk Para Startup
Pria asal Malang kelahiran tahun 1929 itu menceritakan pertemuan itu selama lebih dari satu jam di atas panggung. Menurut Mochtar Riady, Jack Ma tertarik dengan karirnya di industri perbankan. Terlebih karena Mochtar Riady berhasil membesarkan empat bank di Tanah Air, yakni Bank Buana, Bank Panin, Bank Central Asia, dan Bank Lippo.
Mochtar yang kini berusia 88 tahun ini lalu bercerita bahwa kelahiran empat bank itu berdasarkan momentum yang berbeda-beda dan kinerjanya terdorong oleh euforia perubahan.
Bank Buana, misalnya, lahir pada pergantian Orde Lama ke Orde Baru sehingga terbantu dengan semangat pembangunan. Bank Buana kemudian pada era reformasi dibeli oleh UOB International. Selanjutnya Bank Buana dan UOB di-merger menjadi UOB Indonesia.
Begitu juga dengan kelahiran Bank Pan Indonesia atau Bank Panin. Bank milik taipan asal Jember, Mukmin Ali Gunawan, itu lahir bersamaan Pakto 88. Kebijakan Pakto 1988 adalah pelonggaran aturan untuk mendirikan bank dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi.
Bank Panin kemudian tumbuh menjadi bank papan atas hingga saat ini. Namun, di tengah meroketnya pertumbuhan Bank Panin, Mochtar Riady memilih mundur untuk mencari tantangan baru. Dia pun memilih hijrah ke Bank Central Asia atau BCA.
Sebenarnya BCA berdiri sejak 1957. Namun, saat Mochtar Riady masuk era 1990-an asetnya masih US$ 1 juta dan hanya memiliki 27 karyawan. Angka ini jauh bila dibandingkan dengan Bank Panin yang memiliki aset mencapai US$ 450 juta dan puluhan kantor cabang.
Jack Ma, kata Mochtar Riady, lalu bertanya kenapa bank kecil yang dipilih. "Saya pun bilang kalau Bank Panin pemodalnya kurang kencang, saya membutuhkan tenaga kuda. Maka saya mendekat ke om Liem (Liem Sioe Liong),” kata Mochtar Riady.
Menurut Mochtar Riady, Liem Sioe Liong atau Sudono Salim memiliki banyak jaringan bisnis sehingga berpotensi mendorong pertumbuhan BCA ke depan. Kala itu, Salim menguasai industri olahan tepung, penopang bisnis rokok (cengkeh), industri makanan, kendaraan bermotor, dan lainnya.
Prediksi Mochtar Riady pun terbukti. BCA tumbuh menjadi raksasa bank swasta nasional hingga saat ini. Namun, kemudian Mochtar Riady memilih jalannya sendiri dengan mendirikan Bank Lippo. Sayangnya dia tidak menjelaskan detail mengenai momentum berdirinya Bank Lippo pada kesempatan itu. Saat ini Bank Lippo sudah melebur dengan Bank Niaga dan berubah menjadi PT Bank CIMB Niaga Tbk. setelah diakuisisi oleh CIMB Group asal Malaysia.
Mochtar Riady saat ini memiliki bank bernama Bank Nobu. Bank yang semula bernama PT Bank Alfindo Sejahtera itu diakuisisi Lippo Group dari taipan Alfi Gunawan, pendiri dari air mineral Ades. Pada 2007 berubah menjadi PT Bank National Nobu dan pada 2010 diakuisisi Lippo Group.
Baca juga: Mochtar Riady: Era Industri Tiongkok Sudah Lewat
Dalam kesempatan itu, Mochtar Riady bercerita menurut falsafah Cina, bahwa bisnis atau kekayaan seseorang hanya bertahan tiga generasi. Hal tersebut cukup masuk akal karena dalam tiga generasi itu ada perubahan zaman.
Mochtar Riady mencontohkan, perubahan zaman mulai dari revolusi industri, kemudian penemuan mikro elektronik, hingga menuju era digital. "Maka bisnis atau kekayaan seseorang akan tergerus apabila tidak bisa beradaptasi menghadapi perubahan zaman,” ucapnya.